Undang-undang yang mengatur perkumpulan koperasi di Indonesia hingga saat ini telah mengalami 7 kali perubahan:
1. UU no. 108 tahun 1933 dan UU no. 179 tahun 1949
Hanya berisikan mengenai cara mengatur pendirian dan pengesahan perkumpulan koperasi, serta cara bekerjanya daripada perkumpulan koperasinya. Hal ini tidak cocok dengan semangat asas kekeluargaan, bangsa, dan masyarakat Indonesia serta tidak memenuhi asas tujuan negara Republik Indones ia. Kalau dalam peraturan Koperasi yang lama, pemerintah hanya menjadi pendaftar dan penasehat saja, maka dalam UU baru pemerintah harus berkewajiban membimbing rakyat kearah hidup berkoperasi, sehingga dengan demikian akan tercapai usaha agar perekonomian rakyat benar – benar disusun atas dasar kekeluargaan.
2. Kemudian diganti menjadi UU no. 79 tahun 1958
3. UU no. 14 tahun 1965
Berlakunya kembali Undang-undang Dasar 1945 dengan Dekrit Presiden Republik Indonesia tanggal 5 Juli 1959, dan dengan ditetapkannya Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) dan Amanat Pembangunan Presiden (A.P.P.) sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan oleh M.P.R.S. dan ditetapkannya Deklarasi Ekonomi sebagai strategi dasar ekonomi Indonesia, menurut secara mutlak perobahan fungsi dari segala lembaga kemasyarakatan, khususnya gerakan koperasi, untuk disesuaikan dengan Haluan Negara maupun Haluan Pembangunan serta strategi dasar ekonomi tersebut.
Sesuai dengan prinsip tersebut diatas serta pertumbuhan koperasi sendiri dalam kehidupan ekonomi Indonesia, perlu dikeluarkan Undang-undang baru dalam bidang perkoperasian guna menyempurnakan Undang-undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi.
Undang-undang yang baru ini dinamakan Undang-undang tentang Perkoperasian yang mengatur segala sesuatu yang menyangkut kehidupan koperasi yang berintikan pola koperasi dibidang landasan idiil/haluan, organisasi dan usaha. Agar tidak terdapat kekakuan dalam mengikuti gerak dan dinamikanya Revolusi Indonesia, Undang-undang ini hanya mengatur soal-soal pokok perkoperasian yang intisarinya sebagai berikut:
- Dibidang landasan idiil/haluan perkoperasian dipergunakan pangkal tolak pemikiran, bahwa pola koperasi adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari doktrin Revolusi dasar falsafah Negara, Pancasila. Agar tidak timbul kontradisi yang tidak atau kurang pokok dan dapat menggalang segenap potensi yang progresif untuk dapat menyelesaikan tahap nasional demokratis, yaitu mengkikis-habis sisa-sisa imperialisme, kolonialisme dan feodalisme, Pemerintah diwajibkan mengatur dan menetapkan pola kerja-sama antara koperasi dengan badan-badan usaha Negara serta badan swasta lain bukan koperasi. Untuk menempatkan gerakan koperasi sebagai gerakan rakyat revolusioner dibidang ekonomi dan sebagai salah satu alat Revolusi, maka gerakan koperasi harus mengintegrasikan diri dengan seluruh gerakan revolusioner lainnya, terutama dengan buruh, tani/nelayan sebagai sokoguru Revolusi yang sangat menderita akibat penghisapan dan penindasan dari kolonialisme, feodalisme dan membersihkan semua elemen-elemen partai/organisasi terlarang dari tubuh koperasi.
- Dibidang organisasi ditetapkan ketentuan-ketentuan pokok tentang keanggautaan, alat-alat perlengkapan organisasi, jenis-jenis koperasi, penentuan MUNASKOP sebagai lembaga tertinggi dan gerakan koperasi, pembentukan kesatuan organisasi koperasi seluruh Indonesia yang dinamakan Gerakan Koperasi Indonesia sebagai alat pemersatu dan pengawasan dari segala jenis koperasi serta sebagai pelaksana keputusan-keputusan MUNASKOP.
- Dibidang usaha dimuat pula ketentuan pokok tentang dasar aktivitas ekonomi koperasi agar koperasi tidak tenggelam dalam soal-soal materi yang dapat mengakibatkan koperasi bersarang dalam alam kapitalisme, akan tetapi ,diarahkan agar dalam tahap nasional demokratis sekarang ini dapat mengkombinasikan secara tepat antara kegiatan-kegiatan yang bersifat tambal sulam (reformactie) dan kegiatan-kegiatan yang bersifat revolusioner (doelsactie). Untuk menjamin adanya kesatuan kebijaksanaan dan berkembangnya koperasi secara sehat, semua instansi Pemerintah, badan-badan usaha Negara baik di Pusat maupun Daerah, diwajibkan melindungi dan mendorong pertumbuhan koperasi menurut pola yang telah ditetapkan oleh Menteri yang diserahi urusan perkoperasian.
- UU no. 12 tahun 1967
- UU no. 25 tahun 1992
- Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.
- Pengelolaan dilakukan secara demokratis.
- Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota (andil anggota tersebut dalam koperasi).
- Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.
- Pendidikan perkope
- Kerjasama antar koperasi.
- Keanggotaanya sukarela dan terbuka. Yang keanggotaanya bersifat sukarela terbuka bagi semua orang yang bersedia mengunakan jasa jasanya, dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan tanpa membedakan gender.
- Pengawasan oleh anggota secara Demokratis. Anggota yang secara aktif menetapkan kebijakan dan membuat keputusan. Laki laki dan perempuan yang dipilih sebagai pengurus atau pengawas bertanggung jawab kepada rapat anggota. Dalam koperasi primer, anggota memiliki hak suara yang sama (satu anggota satu suara). Pada tingkatan lain koperasi juga dikelola secara demokratis.
- Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi. Anggota menyetorkan modal mereka secara adil dan melakukan pengawasan secara demokratis. Sebagian dari modal tersebut adalah milik bersama. Bila ada balas jasa terhadap modal diberikan secara terbatas. Anggota mengalokasikan SHU untuk beberapa atau semua tujuan seperti di bawah ini :
- Mengembangkan koperasi. Caranya dengan membentuk dana cadangan, yang sebagian dari dana itu tidak dapat dibagikan.
- Dibagikan kepada anggota. Caranya seimbang berdasarkan trnsaksi mereka dengan koperasi.
- Mendukung kegiatan lainnya yang disepakati dalam rapat anggota.
- Otonomi dan kemandirian. Koperasi adalah organisasi yang otonom dan mandiri yang di awasi oleh anggotanya. Dalam setiap perjanjian dengan pihak luar ataupun dalam, syaratnya harus tetap menjamin adanya upaya pengawasan demokratis dari anggota dan tetap mempertahankan otonomi koperasi.
- Pendidikan, Pelatihan, dan Informasi. Tujuanya adalah agar mereka dapat melaksanakan tugas dengan lebih efektif bagi perkembangan koperasi. Koperasi memberikan informasi kepada masyarakat umum, mengenai hakekat dan manfaat berkoperasi.
- Kerja sama antar koperasi. Dengan bekerja sama secara lokal, nasional, regional dan internasional maka gerakan koperasi dapat melayani anggotanya dengan efektif serat dapat memperkuat gerakan koperasi.
- Kepedulian terhadap masyarakat. Koperasi melakukan kegiatan untuk pengembangan masyarakat sekitarnya secara berkelanjutan melalui kebijakan yang diputuskan oleh rapat anggota.
- UU no. 17 tahun 2012
Sebelumnya, kritik terhadap Undang-Undang Perkoperasian juga dilontarkan oleh Revrisond Baswirbahwa Undang-Undang No. 17 Tahun 2001 tidak memiliki perbedaan substansial dengan Undang-Undang Perkoperasian era orde baru Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang No. 12 Tahun 1967. Secara substansial, Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 masih mewarisi karakteristik/corak koperasi yang diperkenalkan di era pemerintahan Soeharto melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 1967.Perbedaan mendasar antara Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 1958 di era pemerintahan Soekarno terletak pada ketentuan keanggotaan koperasi. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1958, sebagaimana diatur pada Pasal 18, yang dapat menjadi anggota koperasi adalah yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha koperasi.
Ketentuan ini lebih lanjut menurut Revrisond sejalan dengan penjelasan Mantan Wakil Presiden Moh. Hatta bahwa “bukan corak pekerjaan yang dikerjakan menjadikan ukuran untuk menjadi anggota, melainkan kemauan dan rasa bersekutu dan cita-cita koperasi yang dikandung dalam dada dan kepala masing-masing”. Pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 ketentuan keanggotaan koperasi berubah secara mendasar. Hal ini tergambar dalam Pasal 11 bahwa keanggotaan koperasi didasarkan atas kesamaan kepentingan dalam lapangan usaha koperasi. Kemudian, pada Pasal 17 yang dimaksud dengan anggota yang memiliki kesamaan kepentingan adalah suatu golongan dalam masyarakat yang homogen. Perubahan ketentuan keanggotaan yang dilakukan melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 ini adalah dasar bagi tumbuhnya koperasi-koperasi golongan fungsional seperti koperasi pegawai negeri, koperasi dosen, dan koperasi angkatan bersenjata di Indonesia.
Undang-Undang Perkoperasi yang terbaru yaitu Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 juga mempertahankan keberadaan koperasi golongan fungsional. Pada Pasal 27 ayat (1), syarat keanggotaan koperasi primer adalah mempunyai kesamaan kepentingan ekonomi. Lebih lanjut dalam penjelasn disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kesamaan kepentingan ekonomi adalah kesamaan dalam hal kegiatan usaha, produksi, distribusi, dan pekerjaan atau profesi.Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 membuka peluang untuk mendirikan koperasi produksi, namun di Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 peluang ini justru ditutup sama sekali. Hal ini terlihat pada Pasal 83, di mana hanya terdapat empat koperasi yang diakui keberadaannya di Indonesia, yaitu koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi jasa, dan koperasi simpan pinjam. Sesuai dengan Pasal 84 ayat (2) yang dimaksud dengan koperasi produsen dalah koperasi yang menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi. Artinya, yang dimaksud dengan koperasi produsen sesungguhnya adalah koperasi konsumsi para produsen dalam memperoleh barang dan modal.
Karakteristik Undang-Undang No, 17 Tahun 2012 yang mempertahankan koperasi golongan fungsional dan meniadakan koperasi produksi itu jelas paradoks dengan perkembangan koperasi yang berlangsung secara internasional. Dengan tujuan dapat digunakan sebagai dasar untuk menjadikan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat, justru Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 diwaspadai menjadi ancaman serius terhadap keberadaan koperasi di Indonesia.Selain itu, pada Pasal 78 Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 mengatur koperasi dilarang membagikan profit apabila diperoleh dari hasil transaksi usaha dengan non-anggota, yang justru seharusnya surplus/profit sebuah koperasi sudah sewajarnya dibagikan kepada anggota. Hal ini cukup membuktikan ketidakberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil. Hal mana yang sudah kita ketahui bersama bahwa koperasi sangat sulit melakukan transaksi dengan nilai laba tinggi kepada anggotanya, karena justru menekan laba/profit demi memberikan kesejahteraan kepada anggotanya. Bersikap tolak belakang dari ketentuan Pasal di atas, Pasal 80 menentukan bahwa dalam hal terdapay defisit hasil usaha pada koperasi simpan pinjam, anggota wajib menyetor tambahan Sertifikan Modal Koperasi.
Referensi :
http://hukum.unsrat.ac.id/uu_14_1965.html/